Rabu, 23 Januari 2013

ca nasofaring



BAB I
LATAR BELAKANG

A.    LATAR BELAKANG
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas, sedangkan daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama. Tumor ini berasal dari Fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi skuamosa (Asroel, 2002 )
Gejala karsinoma nasofaring sangat bervariasi dan sering samar-samar sehingga membingungkan pemeriksa. Kendala yang dihadapi dalam menangani kasus karsinoma nasofaring adalah pasien datang dalam stadium yang sudah lanjut, bahkan dalam keadaan umum yang jelek. Hal ini karena terlambatnya diagnosa ditegakkan, maka sangatlah penting untuk menemukan dan menegakan diagnosis secara dini (Arima, 2006)

B.     EPIDEMOLOGI
        Insidens karsinoma nasofaring tertinggi di dunia dijumpai pada penduduk daratan Cina bagian selatan. Khususnya suku Kanton di propinsi Guang Doang dengan angka rata-rata 30-50 / 100.000 penduduk pertahun. Insidens karsinoma nasofaring juga banyak pada daerah yang banyak dijumpai imigran Cina, misalnya di Hongkong, Amerika serikat, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Sedangkan insidens yang terendah pada bangsa kaukasian, Jepang dan India.
        Penderita Karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria disbanding pada wanita dengan rasio 2-3 : 1. Penyakit ini ditemukan terutama pada usia yang masih produktif ( 30-60 tahun). Dengan usia terbanyak adalah 40-50 tahun.
        Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor  ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama. Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Survey yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara “pathologi based” mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000-8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia.

C.    TUJUAN
1.      Tujuan Umum
Setelah mendapat pendidikan kesehatan maka masyarakat dapat memahami tentang penyakit ca nasofaring
2.      Tujuan Khusus
Setelah menerima pen-kes masyarakat mampu :
1.      Menjelaskan pengertian ca nasofaring
2.      Menjelaskan Penyebab dari ca nasofaring
3.      Menjelaskan Pencegahan ca nasofaring
4.      Menjelaskan Tanda dan gejala ca nasofaring
5.      Menjelaskan Penanganan ca nasofaring
6.      Menjelaskan Komplikasi ca nasofaring
D.    METODE PENULISAN
Bab I  Pendahuluan (latar belakang, epidemologi,tujuan,metode penulisan,metode pembelajaran,alat bantu)
Bab II pembahasan (pengertian,anatomi,etiologi,histologi,klasifikasi,pemeriksaan penunjang,stadium,manifestasi klinis,penatalaksanaan,pencegahan,komplikasi)
Bab III Penkes
Bab IV Penutup (kesimpulan,saran)
E.     METODE PEMBELAJARAN
1.      Ceramah
2.      Tanya jawab
F.     ALAT BANTU
1.      Lifleat
2.      Flifchart
3.      Makalah





BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN
            Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).

B.     ANATOMI NASOFARING
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcfj4EWynwx1DsznCbH0OhH_PWUguBGZm75JJ-i7wu_LXJhnOKay0jbSXwodzg4URFrGn-dXh67b1HvqOoaciQpZiaz88lpoNk3rqPmhL1tC6IA7XbbtM8I8Gj1R5IkiAlW94feE_q9T3T/s320/Picture1.jpg

            Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di sebelah do sal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Atas : Basis kranii.                                                                                 
Bawah : Palatum mole
Belakang : Vertebra servikalis
Depan : Koane
Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.



C.       ETIOLOGI
            Kaitan antara virus Epstein-Barr dan komsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbunya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk kedalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk mengkomsumsi ikan asin secara terus menerus muali dari masa kanak-kanak, merupakan mediator uatama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring.
Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring yaitu :
1.      Nitrosamin yang banyak terdapat pada ikan asin, makanan yang diawetkan
2.      Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup
3.      Sering kotak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti :
a.       Benzopyrenen
b.      Benzoanthracene
c.       Gas kimia
d.      Asap industry
e.       Asap kayu
f.       Beberapa ekstrak tumbuhan
g.      Ras dan keturunan
h.      Radang kronis daerah nasofaring
i.        Provil HLA

D.    HISTOPATOLOGI
            Klasifikasi  gamabaran histopatologi yang direkomendasikan oleh organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sbelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
1.      Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi ( Keratinizing Squamous Cell Carcinoma). Tipe ini daoat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.
2.      Karsinoma non –keratinisasi (Non keratinizing Carcinoma)Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.
3.      Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undiffrentiated Carcinoma)Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.


E.     KLASIFIKASI
            Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring:
1.      Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler dan keratin, dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.
2.      Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, terdapat tanda difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa.
3.      Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus yang menonjol dan dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih berbentuk sinsitium daripada bentuk susunan batubata.

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.        Nasofaringoskopi
b.       Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
c.        Biopsi multiple
d.       Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang)
e.        Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.

G.     PENENTUAN STADIUM :
TUMOR SIZE (T)
T
Tumor primer
T0
Tidak tampak tumor
T1
Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2
Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas pada rongga nasofaring
T3
Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4
Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang tengkorak atau saraf-saraf otak
Tx
Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0
Tidak ada pembesaran
N1
Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkan
N2
Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat digerakkan
N3
Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0
Tidak ada metastase jauh
M1
Metastase jauh
-          Stadium I : T1 No dan Mo
-          Stadium II : T2 No dan Mo
-          Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo
-          Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo atau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1

H.       MANIFESTASI  KLINIK
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
1.      Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)
2.      Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3.      Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.  
            Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
4.      Metastasis ke kelenjar leher         
       Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat. Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring.

I.       PENATALAKSANAAN
1.      Radioterapi
       Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi
2.      Kemoterapi
Kemoterapi sebaga terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternya dapat meningkatan hasil terapi, terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.
3.      Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.
4.      Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah Virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.

J.      PENCEGAHAN
            Pemberian vaksin (EBV)pada penduduk dengan resiko tinggi dapat dilakukan untuk mengurangi angka kejadian penyakit ini pada daerah tersebut




K.      KOMPLIKASI
            Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.  Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial.

















BAB III
PENDIDIKAN KESEHATAN
1.      Menjelaskan pengertian dari ca nasofaring
2.      Menjelaskan Penyebab dari ca nasofaring
3.      Menjelaskan Pencegahan ca nasofaring
4.      Menjelaskan Tanda dan gejala ca nasofaring
5.      Menjelaskan Penanganan ca nasofaring
6.      Menjelaskan Komplikasi ca nasofaring

















BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Carsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Yang disebabkan oleh Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.          

B.     Saran
          Diagnose dini perlu diperhatikan pada pasien dewasa yang sering mimisan hidung tersumbat keluhan kurang dengar sakit kepala dan penglihatan dobel.sebagai gejala lanjut ialah pembesaran kelenjar limfe leher dan kelumpuhan syaraf otak
          Bila dijumpai gejala seperti yang disebutkan diatas maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan lengkap sampai carcinoma nasofaring dapat dihilangkan
          Bagi para penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggidiharapkan melalukan vaksinasi virus EBV















DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

Roezin Averdi. 2004. Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta: FKUI.

Roezin, Averdi. 2003. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta: FKUI.

Schrock, Theodore. 1995. Ilmu Bedah (Handbook Of Surgery). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sjamsuhidayat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suyatno. 2010. Bedah Onkologi Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Sagung Seto.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar